Memaknai Idul Fitri |
Memaknai Idul Fitri dan Meneguhkan Jati Diri - Suatu masa serta keadaan tertentu yang pada saat itu berada pada titik pemahaman terhadap sesuatu didalamnya terdapat misteri. Keadaan tersebut tidak dengan sendirinya, mesti melalui proses untuk mencapainya. Dedaunan, pepohonan serta burung beterbangan seolah tertawa tersenyum memberi isyarat kepada manusia (yusabbihu lillahi maa fissamaawaati wa maa fil ardh). Alam semesta dengan gerak serta fenomenanya menjadi tanda (sanuriihim aayaatinaa fil aafaaqi wafii anfusihim). Tanda yang semoga sampai pada kemampuan memahami makna serta pesan-pesan yang bersamanya. Manusia pun senantiasa terus bertanya akan dirinya serta pada dasarnya rindu kepada asalnya. Semua itu bagi beberapa manusia terdapat dinding pemisah, tapi sebagian yang lain mulai tersingkap secara perlahan yang tidak lain melalui proses secara umum harus aaminuw wa'amilushshalihah. Karena banyaknya penghalang yang menutup berupa kegelapan akibat dosa.
Dengan berbagai potensi yang dimiliki sebisa mungkin terus diasah agar tajam memahami tanda-tanda yang ada. Sehingga manusia beserta potensinya ibarat suatu perjalanan yang sebisa mungkin terus mengalami peningkatan. Perjalanan secara umum terbagi dua yaitu perjalanan lahir dan batin. Perjalanan lahir bagaimana lahiriah termanifestasi dalam ibadah lahiriah, bagi batin berupa tadabbur dan tadzakkur. Akal dan hati yang semakin mampu memahami dan merasakan hembusan angin, tumbuh-tumbuhan serta pergantian siang dan malam.
Hal ini tidak lain caranya melakukan instrospeksi diri, yaitu melakukan internalisasi atau sikap kedalam. Dalam kitab Ihya' Ulumuddin karya Imam al-Ghazali memberikan enam tahap instrospeksi diri antara lain, Musyarathah yaitu syarat-syarat yang membimbing, Muraqabah (pengawasan diri), Muhasabah (Instrospeksi diri), Mu'aqabah (penekanan atau penghukuman seperti berpuasa agar tidak bergantung pada materi), mujahadah (melawan hawa nafsu) serta Mu'tabah (menegur diri). Melakukan kontemplasi, atau bertafakur serta instrospeksi diri membuat tabir pelan-pelan terbuka. Makna-makna akan tampak, suasana damai dalam keadaan fitrah atau kesucian. Ibnu 'Arabi pun juga menekankan instrospeksi diri atau melakukan sikap kedalam karena manusia menerima pancaran cahaya yang lebih diantara ciptaan yang ada. Al-Ghazali sebagaimana Ibnu 'Arabi dalam konteks insan Kamil bahwa yang mampu memahami asma Allah beserta ciptaannya (wa fii anfusikum afalaa tubshiruun (dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?)). Maka akan lahir pengetahuan dan pengalaman spiritual. Pengetahuan yang lahir karena penyingkapan (musyaahadah) tiada lain karena penyucian diri. Penyucian mengantar pada peningkatan kualitas diri dari yang awalnya masih nafsul lawwamah akhirnya sampai pada nafsul muthma'innah.
Mencapai derajat fitrah kesucian tentunya perjalanan panjang, tetapi juga menjadi dambaan setiap insan. Sebagaimana pemburu identitas, akan banyak jalan yang ditempuh untuk mengkonstruk dan melekatkan suatu identitas pada dirinya. Internalisasi menjadi strategi menjaga dan merawat identitas tersebut. Sosialisasi atau interaksi secara damai (bil hikmah) sebagai bentuk pelestarian, karena fitrah kesucian mesti dijaga. Melihat sejarah perjalanan manusia, pemikiran dualistis, hitam putih tidaklah tepat. Manusia yang awalnya melangit kemudian kembali pada yang azali, sebetulnya prosesnya adalah pembumian yang didalamnya proses memahami ayat-ayat Tuhan serta memanifestasikannya.
Bulan Ramadhan dalam prosesnya bagi yang senantiasa memanfaatkan waktu yang ada sebagai proses pembersihan, penjagaan serta merangkai tangga menuju derajat takwa, kesucian. Bersuci menurut imam al-Ghazali terdapat empat tingkatan yaitu menyucikan lahir dari hadats, menyucikan anggota tubuh dari perilaku dosa, menyucikan hati dari akhlak tercela dan menyucikan batin dari selain Allah swt. Maka dipahami bahwa pengendalian diri lewat puasa dan lainnya merupakan jalan-jalan tersebut. Implikasinya juga bahwa Idul Fitri bermakna kesucian, kemenangan serta keselamatan. Karena jihad yang sesungguhnya melawan hawa nafsu telah berhasil lewat puasa. Ibadah puasa ini hakekatnya proses pencerahan diri yang diharapkan mampu menghasilkan kesalehan sosial serta sampainya pada titik fitrah kemanusiaan yang suci. Kemanusiaan yaitu manusia yang senantiasa berdamai lewat saling memaafkan.
Akhirnya sampai pada Idul fitri, Fitri atau fitrah bermakna jati diri yang berimplikasi pada makna asal-usul. Maka at-turats (tradisi/asal kejadian) merupakan jati diri, identitas serta asal-usul dengan nuansa kesucian yang seirama dengan kebaruan (tajdid). Makna asal-usul kejadian sifatnya azali bahwa selalu ada ukuran serta bahan yang pas dan terseleksi dengan teliti. Karenanya merawat yang asal (at-turats) sejatinya menjaga fitrah kesucian, sehingga senantiasa dalam keadaan baru (Tajdid) atau mendambakan kebaruan adalah dengan proses mencapai fitrah. Konsekuensi dari kesucian adalah keindahan, maka kembali ke fitrah artinya harus tercipta keindahan. Keindahan nantinya senada beriringan dengan kedamaian yang harus pula berefek pada tercipta akhlakul karimah serta hadirnya makna ketuhanan bahwa segala ciptaan Allah Swt. senantiasa indah dan harmonis, tidak ada cacat sekalipun. Maka sejatinya kedamaian juga azali, alih-alih Islam pun yang salah satu maknanya adalah kedamaian.
Kelihatan seperti perputaran, kemenangan karena kedamaian dalam lingkarannya berupa kesucian (tidak ada noda berupa amarah / konflik). Maka dengan mudah secara perlahan realitas dapat dipahami dan disaksikan (musyaahadah) karena belenggu mulai menghilang, keimanan bertambah mantap. Damai / tidak ada konflik karena puasa telah menjadi latihan pengajaran untuk saling memahami. Hubungan sosial menjadi erat tercipta kedamaian dalam lingkungan sosial juga rasa damai bagi pribadi masing-masing. Jiwa yang damai, tenang senantiasa terpelihara akan sampai pada (Yaa ayyuhannafsul muthma'innah).
ABOUT THE AUTHOR
Lahir 06 Maret 1995 merupakan alumni Pondok Pesantren Daarul Mu'minin. Sekarang kuliah jurusan Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin angkatan 2013
0 comentários:
Post a Comment