Konsep Siparappe,Sipatokkong, Sipakainge - Indonesia merupakan negara yang multikultural dan multi-etnik. Multikultural artinya mempunyai keragaman budaya, ras, etnik, suku, bahasa dan lain-lain. Multikultural merupakan hal yang unik dan sesuatu yang mesti diterimah sebagai ciri khas manusia. Hal yang wajar karena Indonesia terdiri dari berbagai pulau yang kemudian dikenal negara kepulauan. Artinya budaya-budaya dalam suatu kehidupan sosial suatu masyarakat itu beragam. Keberagaman dapat disebabkan oleh latar belakang sosial masyarakat atau latar historis. Dapat juga disebabkan oleh kondisi lingkungan hidup atau letak geografis suatu masyarakat. Sebagai contoh perbedaan budaya pada wilayah yang berada didaerah tropis dengan daerah iklim sedang atau iklim panas.
Konsep Siparappe,Sipatokkong, Sipakainge
Perbedaan sulit untuk dihindari mengingat dalam diri manusia itu sendiri banyak perbedaan seperti perbedaan pemikiran tentang sesuatu dan ini merupakan sifat kodrati manusia. Karena perbedaan muncul akibat
kesadaran akan kodrat manusia. Sebagai kesadaran atau kritik atas jati diri manusia untuk memperhatikan humanisme. Hal ini juga muncul akibat perkembangan zaman yang mengakibatkan perubahan sosial pada seluruh tataran kehidupan. Perubahan sosial hanya banyak menguntungkan kalangan elit atau kaum atas dan kaum bawah menjadi tertindas. Sehingga paham marxisme juga ambil andil didalamnya. Marxisme pada intinya dalam tataran sosial yaitu pertentangan klas. Kaum yang tertindas bergerak dan melawan kaum penindas untuk berkuasa. Namun pada akhirnya tetap saja menindas dan ini menjadi problematika kehidupan.
Suku bugis merupakan salah satu dari multikultural tersebut. Suatu suku tentunya tidak terlepas dari sistem masyarakat yang memiliki dan mempercayai suatu sistem nilai. Nilai yang menjadi kepercayaan dan bahkan menjadi motto atau pegangan hidup bagi masyarakat tersebut. Nilai merupakan suatu prinsip patokan yang melandasi perilaku manusia. Persepsi manusia berbeda-beda sehingga nilai yang dianggapnyapun juga berbeda. Tapi terdapat kesamaan dalam hal tujuan bahwa setiap nilai akan sampai pada satu tujuan utama yaitu agar manusia bisa mencapai kebijaksaan dan kebahagiaan hidup. Dengan adanya nilai manusia diharapakan mampu hadir sebagai manusia yang berkualitas. Nilai yang berbasis masyarakat tidak bisa dilepaskan oleh human (manusia). Sama dengan manusia pada umumnya, manusia bugis atau orang bugis juga mempunyai suatu pegangan hidup yang pada akhirnya nanti menjadi sistem nilai dan etika. Salah satu pegangan hidup orang bugis tersebut adalah Mali Siparappe, Rebba Sipatokkong, Malilu Sipakainge. Tiga rangkaian frase ini merupakan suatu rangkaian bahasa yang untuh dan luas dalam rana semantik. Artinya, tiga rangkaian frase tersebut terdapat banyak interpretasi terhadapnya. Hal ini disebabkan sifatnya dinamis dalam artian sesuai dengan kehidupan manusia (orang bugis pada khususnya).
Jika suatu motto yang merupakan nilai yang menjadi suatu dasar berprilaku seharusnya sistem terlebih dahulu dikonstruksi agar sesuai dengan kehidupan sosial serta dinamis. Sehingga sebuah konsep, motto atau semboyan dibuat atas dasar kesadaran. Kesadaran individual jika berkaitan dengan individu dan kesadaran sosial jika berkaitan dengan sosial kemasyarkatan. Apapun dan bagaimanapun bentuk suatu konsep, pada dasarnya punya tujuan yang sama yaitu sebagai acuan hidup untuk lebih baik. Semboyan tersebut dinamis dan lahir atas dasar kesadaran orang Bugis pada khususnya. Mengingat orang Bugis dikenal dengan perantaun atau "sompe" (hijrah sementara) dan menjelajah didaerah orang lain untuk mencari nafkah. Sehingga diperlukan sebuah pegangan hidup yang menjadi pengikat ditanah orang lain. Lahirlah konsep Mali Siparappe, Rebba Sipatokkong, Malilu Sipakainge sebagai pegangan hidup suku Bugis di tanah perantauan. Atas dasar itulah prinsip Siparappe, Sipatokkong, Sipakainge bersifat dinamis, dalam artian dapat dipakai dalam suku Bugis sendiri atau orang diluar suku Bugis (manusia secara luas).
Tiga rangkaian frase yang mempunyai nilai tinggi bagi kalangan orang Bugis bagi keberlangsungan hidupnya. Awalan "si" dalam kata "Siparappe, Sipatokkong, Sipakainge" mempunyai makna saling yang mengindikasikan adanya saling balas membalas atau adanya relasi timbail balik. Sehingga Mali Siparappe, Rebba Sipatokkong, Malilu Sipakainge diartikan (Hanyut saling menolong, Jatuh saling menegakkan, Khilaf saling mengingatkan).
Suatu motto sekaligus sebagai sistem nilai yang dipercayai orang bugis ini bersifat dinamis dalam artian sesuai dengan kehidupan manusia atau humanisme. Karena sifatnya dinamis, Himpunan Pelajar Mahasiswa Wajo (HIPERMAWA) menjadikan Mali Siparappe, Rebba Sipatokkong, Malilu Sipakainge sebagai semboyannya. Sebagai organisasi tentunya perlu pegangan yang menjadi patokan gerak bagi anggotanya. Selain konstitusi atau AD/ART organisasi, konsep filosofis menjadi hal yang penting bagi sebuah oragnisasi. Kemudian konsep filosofis atau semboyan sebagai ciri khas suatu indiviedu, kelompok, masyarakat ataupun organisasi. Hal ini juga karena banyak dipengaruhi oleh Islam. Mengingat agama orang bugis adalah Islam. Sehingga prinsip humanisme yang lahir juga sesuai dengan Islam.
Konsep nilai yang lahir atas dasar kesadaran sosial-human merupakan suatu etika sosial. Etika sosial merupakan suatu sistem dan konsep etika dalam rana sosial kemasyarakatan. Nilai yang dikandung dari konsep 3S tersebut adalah konsep sosial, yaitu tolong-menolong antar sesama.Konsep 3S (Siparappe, Sipatokkong, Sipakainge) ini memberitahu kita pentingnya bantuan orang lain serta hubungan timbal baliknya. Artinya, kesuksesan hidup akan mudah tercapai atas bantuan orang lain. Suatu kesadaran bahwa manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan bantuan orang lain.
Suatu konsep nilai yang sejajar dengan nilai Islam. Islam sebagai satu-satunya agama yang dilegalkan Allah. tentunya mempunyai sistem etika dalam masyarakat luas yang kemudian disebut etika sosial. Filosofi hidup orang bugis tersebut merupakan suatu konsep etika sosial dalam masyarakat bugis. Konsep etika merupakan merupakan hasil kreasi dan pemikiran filsofis manusia yang bertujuan untuk menciptakan relasi didalam masyarakat yang harmonis. Masyarakat yang harmonis yaitu adanya keseimbangan sosial pada masyarakat dalam artian kesejahteraan bersama. Konsep nilai juga merupakan landasan normatif bagi masyarakat dalam berperilaku.
Sebuah adalah sebuah alam potensial dan potensi semestinya mewujud aktual. Sebuah konsep yang tertata rapi dan utuh tidak akan berguna ketika diabaikan begitu saja dan tetap menjadi potensi dan dipersepsi dalam pikiran dan angan-angan belakan. Sehingga Siparappe, Sipatokkong, Sipakainge harus mewujud aktual atau diejawantahkan kedalam dunia praktis atau perlaku sehari-hari.
Konsep atau prinsip tersebut juga sejalan dengan Islam. Mengingat konsep yang lahir atas dasar nilai Islam dan berada didunia Islam. Mengingat agama suku Bugis adalah agama Islam. Ketika kita melihat lebih jauh, hal yang sama bisa ditemukan dalam Islam. Bahwa islam sangat menganjurkan umatnya untuk saling tolong-menolong dan jalan bersama. Lebih diperkuat lagi bahwa konsep 3S bersifat dinamis, yaitu salah satu lembaga dakwah dan pendidikan di Kabupaten Wajo memakai prinsip tersebut yaitu Pesantren As'adiyah. Walaupun diambil dari Al-Qur'an yaitu dalam surat Al-Maidah, tetapi makna dan tujuan sama yaitu tolong-menolong, kebersamaan.
ÙˆَتَعَاوَÙ†ُوا عَÙ„َÙ‰ الْبِرِّ ÙˆَالتَّÙ‚ْÙˆَÙ‰ٰ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa". (QS. Al-Maidah : 2)
Dalam bahasa Arab kata تَعَاوَÙ†ُ sama dengan pola Tafaala yang mempunyai makna saling. Adapun taawana yang asal katanya mempuyai arti menolong, sehingga تَعَاوَÙ†ُ diartikan saling menolong dan kemudian diartikan tolong-menolong. Hal yang sama dijumpai dalam konsep 3S Konsep 3S (Siparappe, Sipatokkong, Sipakainge) yang mempunyai makna saling dan tolong-menolong.
Rupanya penggunaan konsep filosofis ini menunjukkan ke-konsisten-an orang Bugis Wajo.
Konsep yang lahir atas kesadaran manusia atau humanisme ini sejalan dengan humanisme Islam. Berbeda dengan humanisme barat yang antrposentris, humanisme Islam adalah penghargaan terhadap manusia. Karena Islam sangat mengahargai manusia, sampai Allah menciptakan manusia sebaik-baik makhluk disertai dengan berbagai fasilitas.
Konsep Siparappe,Sipatokkong, Sipakainge
ABOUT THE AUTHOR
Lahir 06 Maret 1995 merupakan alumni Pondok Pesantren Daarul Mu'minin. Sekarang kuliah jurusan Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin angkatan 2013
0 comentários:
Post a Comment